BELAJAR QIROAT

Dalam Islam , qira'at , yang secara harfiah berarti bacaan, Terminologically berarti metode Recitation . Secara tradisional, ada 10 sekolah dari qira'at Diakui, dan masing-masing berasal dari nama seorang pembaca terkenal Quran Recitation.

Wahyu Dari Al-Qur'an Dalam Tujuh Ahrûf

Menurut hadits sastra, Al Qur'an terungkap dalam tujuh Ahruf (Harf untuk tunggal). Yang paling terkenal dari mereka dilaporkan hadis dalam Muwaththa disusun oleh Malik bin Anas .
Anas Ibnu Malik melaporkan:

Abd Al-Rahman Ibn Abd Al-Qari Dikisahkan:
" Umar bin al-Khattab berkata sebelum saya: Aku mendengar Ibnu Hisyam Hakim Ibnu Hizam membaca Surat Al-Furqan dengan cara yang berbeda dari yang saya digunakan untuk membaca itu, dan Nabi ( SWS) sendiri telah membacakan surah ini padaku. Akibatnya, begitu aku mendengarnya, aku ingin menangkapnya. Namun, saya memberinya tangguh sampai dia selesai shalat. Lalu aku memegang jubahnya dan menyeretnya kepada Nabi (SWS). Aku berkata kepadanya: "Aku telah mendengar orang ini [Ibnu Hisyam Hakim Ibnu Hizam] membaca Surat Al Furqan dengan cara yang berbeda dari yang Anda telah membacakannya untuk saya." Nabi (SWS) berkata: "Tinggalkan dia sendiri [ O 'Umar] "Kemudian ia berkata kepada Hisyam:" Baca [itu] "[Umar berkata:]"... Dia membacanya dengan cara yang sama seperti yang ia lakukan sebelum saya "[Pada ini,] Nabi (SWS ) berkata: "Hal itu diungkapkan demikian." Kemudian Nabi (SWS) meminta saya untuk membacanya. Jadi saya membacanya. [Pada], ia berkata: "Hal itu diungkapkan demikian, Al Qur'an ini telah dinyatakan dalam Tujuh Ahruf . Anda dapat membacanya di salah satu dari mereka Anda menemukan mudah dari antara mereka.
Suyuti , seorang teolog terkenal abad ke-15 Islam menyimpulkan pembahasan tentang hadits ini:
Dan untuk saya pendapat terbaik dalam hal ini adalah bahwa orang-orang yang mengatakan bahwa hadis ini adalah dari antara hal mutasyabihat , yang maknanya tidak bisa dipahami.

Banyak laporan bertentangan kehadiran varian bacaan:

Abu Abd Al-Rahman al-Sulami laporan, "pembacaan Abu Bakar , Umar , Utsman dan Zaid bin Tsabit dan bahwa dari semua Muhajirin dan Ansar adalah sama. Mereka akan membaca Al Qur'an menurut qira'at al-'ammah . ini adalah bacaan yang sama yang dibacakan dua kali oleh Nabi (SWS) untuk Gabriel di tahun kematiannya. Zaid bin Tsabit juga hadir dalam membaca ini [disebut] dengan 'i-Ardah Akhirah . Ini sedang ini sangat membaca bahwa dia mengajarkan Al Qur'an kepada orang-orang sampai kematiannya ".
Ibnu Sirin menulis, "membaca di mana Alquran dibacakan untuk nabi di tahun kematiannya adalah sama sesuai dengan yang orang yang membaca Al-Qur'an hari ini".

Lain hadits

Dari Abu Hurairah : Rasulullah (SWS) mengatakan: "Al Qur'an itu diturunkan dalam tujuh Ahruf Perdebatan tentang Qur'an ʾ adalah kekafiran." - katanya ini tiga kali - "dan Anda harus mempraktekkan apa yang Anda tahu itu, dan meninggalkan apa yang Anda tidak tahu kepada seseorang yang tidak ".
Dari Abu Hurairah : Rasulullah (SWS) mengatakan: ". Sebuah All-tahu, Bijaksana, Pengampun, Maha Penyayang Al Qur'an diturunkan dalam tujuh Ahruf"
Dari ʿ Abdallah ibn Mas ʿ ud: Rasulullah (SWS) mengatakan:. "Al Qur'an itu diturunkan dalam tujuh ahruf Setiap ahruf ini memiliki aspek luar (zahr) dan aspek batin (Batn); masing-masing ahruf telah perbatasan, dan perbatasan masing-masing memiliki pengintai ".

Arti dari hadis ini adalah dijelaskan sebagai: (hlm. 31)
Adapun (SWS) kata-kata Nabi mengenai Al-Qur'an, masing-masing ahruf memiliki perbatasan, itu berarti bahwa masing-masing dari tujuh aspek memiliki perbatasan yang Allah telah ditandai dan yang tidak ada yang dapat melampaui batas. Dan untuk kata-kata Setiap ahruf memiliki aspek luar (zahr) dan aspek batin (Batn), aspek luarnya arti ostensive bacaan, dan aspek batin adalah interpretasinya, yang tersembunyi. Dan dengan kata-perbatasan masing-masing ...... memiliki waspada ia berarti bahwa untuk setiap perbatasan yang Allah ditandai dalam Al Qur'an - dari halal dan haram, dan perintah hukum lainnya - ada adalah ukuran pahala dan hukuman Allah yang survei di akhirat, dan memeriksa hal itu ...... di Kebangkitan ......

Abdullah Ibnu Mascud berkata: Rasulullah (SWS) mengatakan: "Buku pertama turun dari satu pintu gerbang menurut salah satu harf, namun Al-Qur'an turun dari tujuh gerbang menurut tujuh ahruf: melarang dan memerintah, halal dan haram , jelas dan ambigu, dan perumpamaan Jadi, biarkan apa itu membuat halal, mengharamkan apa yang membuat melanggar hukum., melakukan apa yang perintah Anda untuk melakukan, melarang apa melarang, akan diperingatkan oleh perumpamaan nya, bertindak berdasarkan ayat-ayat yang jelas, kepercayaan yang ambigu bagian. " Dan mereka berkata: "Kami percaya di dalamnya; itu semua dari Tuhan kita." [ enam ] (hlm. 39)
Dikisahkan Abû Qilaba: Telah sampai kepadaku bahwa Nabi (SWS) mengatakan: "Al Qur'an itu diturunkan menurut tujuh Ahruf:. Perintah dan larangan, dorongan dan semangat dari baik dari yang jahat,, narasi Perumpamaan dialektika, dan"


Perbedaan Antara Ahruf dan qira'at

Bilal Philips menulis bahwa Al-Qur'an terus dibaca sesuai dengan Ahruf tujuh sampai pertengahan melalui aturan Khalifah 'Utsman ketika beberapa kebingungan muncul di provinsi-provinsi terpencil tentang Bacaan Al-Qur'an. Beberapa suku Arab telah mulai membual tentang keunggulan ahruf mereka dan persaingan yang mulai berkembang. Pada saat yang sama, beberapa Muslim baru juga mulai pencampuran berbagai bentuk bacaan keluar dari kebodohan. Khalifah 'Utsman memutuskan untuk membuat salinan resmi dari Al-Qur'an sesuai dengan kaidah penulisan Quraisy dan mengirim mereka bersama dengan reciters Alquran ke pusat-pusat utama dari Islam. Keputusan ini telah disetujui oleh sahabat dan semua salinan resmi dari Al-Qur'an dihancurkan. Utsman membakar salinan resmi dari Quran. Setelah distribusi dari salinan resmi, semua ahruf lain menjatuhkan dan Al-Qur'an mulai untuk dibaca hanya dalam satu harf. Dengan demikian, Al Qur'an yang tersedia di seluruh dunia saat ini ditulis dan dibacakan hanya sesuai dengan Harf Quraisy.

Pada qira'at, Philips menulis bahwa itu adalah untuk sebagian besar metode yang digunakan dalam pengucapan bacaan Al Qur'an. Metode ini berbeda dari tujuh bentuk atau mode (ahruf) di mana Al Qur'an diturunkan. Tujuh mode dikurangi menjadi satu, bahwa Quraisy, selama era Khalifah 'Utsman, dan semua metode bacaan didasarkan pada mode ini. Berbagai metode semuanya telah ditelusuri kembali kepada Nabi (P) melalui sejumlah sahabat yang paling terkenal karena bacaan Al-Quran mereka. Artinya, ini sahabat membacakan Al Qur'an kepada Nabi (P) atau di hadapannya dan menerima persetujuannya. Di antara mereka adalah sebagai berikut: Ubay Ibnu K'ab, 'Ali Ibn Abi Thalib Radhiallahu, Zaid Ibnu Thaabit,' Abdullah bin Mas'ud, Abu ad-Dardaa dan Abu al-Ash'aree Musaa. Banyak sahabat lainnya belajar dari master ini. Sebagai contoh, Ibnu Abbas, seorang komentator master dari Al-Qur'an antara sahabat, belajar dari kedua Ubay dan Zaid. (hlm 29-30)

Pada transmisi Al-Qur'an, Philips menulis bahwa di kalangan generasi berikutnya dari umat Islam disebut sebagai Tabi'in , muncullah banyak sarjana yang mempelajari berbagai metode Bacaan dari sahabat dan mengajarkan kepada orang lain. Pusat bacaan Alquran dikembangkan di al-Madinah, Mekah, Kufah, Basrah dan Suriah, yang mengarah ke evolusi bacaan Al-Quran ke dalam ilmu yang independen. Pada pertengahan abad ke delapan Masehi, terdapat sejumlah besar ilmuwan yang luar biasa yang semuanya dianggap spesialis di bidang bacaan. Sebagian besar metode-metode bacaan yang disahkan oleh rantai perawi yang dapat diandalkan berakhir dengan Nabi (P). Metode-metode yang didukung oleh sejumlah besar perawi yang dapat diandalkan pada setiap tingkat rantai mereka dipanggil Mutawaatir dan dianggap paling akurat. Mereka metode di mana jumlah perawi yang sedikit atau hanya satu pada setiap tingkat rantai itu disebut sebagai shaadhdh. Beberapa ulama dari periode berikutnya mulai praktek menunjuk sejumlah set sarjana individu dari periode sebelumnya sebagai yang paling penting dan akurat. Pada pertengahan abad kesepuluh, angka tujuh menjadi populer karena bertepatan dengan jumlah dialek di mana Al Qur'an diturunkan.

Ghamidi di sisi lain ketika mengomentari hadis di Muwatta [ sebuah ] menulis bahwa jika Ahruf diambil dalam konteks pengucapan (yang kata-kata aktual Lughat dan Lahjat ), maka isi dari hadits menolak makna ini sendiri seperti yang dikenal bahwa Umar dan Hisyam berasal dari suku yang sama - Quraisy , dan orang-orang dari suku yang sama tidak dapat memiliki pengucapan yang berbeda. Oleh karena itu, ia pertanyaan yang hadits yang dimaksudkan "bacaan". Dia juga menekankan pada dasar ayat-ayat Quran ( [ Quran 87:6 ] , [ Quran 75:16 ] ) bahwa Al Qur'an disusun dalam kehidupan Muhammad, maka dia pertanyaan yang hadits yang laporan kompilasi Al-Qur'an di Utsman 's periode. [ 3 ] Karena kebanyakan dari riwayat-riwayat ini dilaporkan oleh Ibnu Shihab al-Zuhri , Imam Laits Ibnu Sa'ad dalam suratnya kepada Imam Malik telah menulis:

Dan ketika kita akan bertemu Ibn Shihab, ada akan muncul perbedaan pendapat dalam banyak masalah. Ketika salah satu dari kita akan bertanya dalam menulis tentang beberapa masalah, dia, meskipun begitu belajar, akan memberikan tiga jawaban yang sangat berbeda, dan ia bahkan tidak akan menyadari apa yang dia telah berkata. Hal ini karena ini bahwa saya telah meninggalkan dia - sesuatu yang Anda tidak suka.

Dikatakan bahwa Abu 'Ubaid Qasim Ibn Sallam (wafat 224 H.) dipilih dua puluh lima pembacaan dalam bukunya. Tujuh bacaan yang terkenal di waktu saat ini dipilih oleh Abu Bakar Ibnu Mujahid (w. 324 H) pada akhir abad ketiga Hijrah. Oleh karena itu secara umum diterima bahwa jumlah mereka tidak dapat dipastikan tetapi membaca Al Qur'an setiap yang telah dilaporkan melalui rantai narasi yang benar, yang ditemukan dengan cara apapun dalam Masahif disiapkan oleh 'Utsman (RTA) dan benar dari aspek apapun sejauh bahasa Arab yang bersangkutan. Beberapa bacaan dianggap sebagai Mutawatir;. Namun, melihat Narasi rantai mereka yang ditemukan dalam buku-buku tidak meninggalkan keraguan bahwa mereka adalah Ahad (mengisolasi), perawi yang sebagian besar tersangka dalam mata penguasa rijal.

Ortografi Al-Quran

Untuk memastikan bacaan yang benar dari teks-teks tertulis Al-Qur ʾ, terutama untuk mereka yang datang setelah generasi pertama Muslim, diambil langkah-langkah secara bertahap untuk meningkatkan ortografi tersebut. Hal ini dimulai dengan memperkenalkan titik untuk mengindikasikan huruf hidup yang berbeda dan nûnâtion dan ini dimasukkan ke dalam tinta berwarna berbeda dari teks. Ada juga titik-titik untuk membedakan antara bentuk konsonan yang sama. Pekerjaan ini dilakukan terutama oleh tiga orang: Abu'l Aswad ad-Du'alî (w. 69/688), Ibnu Nashr ʿ Asim (w. 89/707) dan Yahya ibn Ya ʿ mur (d.129 / 746). Maklum ada beberapa oposisi pada awalnya untuk menambahkan sesuatu dengan cara Al-Qur ʾ An ditulis. Ibnu ʿ Umar (73/692) tidak menyukai dotting, yang lain menyambut itu, jelas karena itu, pada kenyataannya, melakukan tidak lebih dari memastikan membaca yang tepat dari Al-Qur ʾ An sebagai yang diterima dari Nabi, dan pandangan ini diterima oleh mayoritas Muslim di seluruh bagian yang berbeda dari dunia Muslim, dari saat tabi ʿ Un. Orang-orang Madinah dilaporkan telah menggunakan titik-titik merah untuk vokal - tanwīn, tashdīd, takhfīf, sukīn, waṣl dan MADD dan titik-titik kuning untuk hamzas pada khususnya. Naqt (menempatkan titik pada Rasm ), menjadi subyek studi yang terpisah dengan banyak buku yang ditulis di atasnya.


Kondisi untuk keabsahan sebuah qira'at (bacaan)

Untuk setiap pembacaan yang diberikan untuk dapat diterima sebagai otentik (Sahih), itu harus memenuhi tiga kondisi dan jika salah satu kondisi yang hilang seperti sebuah bacaan diklasifikasikan sebagai Shâdhdh (biasa).
Kondisi pertama adalah bahwa pembacaan tersebut memiliki rantai otentik dari narasi di mana rantai perawi adalah terus-menerus; para perawi diketahui semua menjadi benar dan mereka semua diketahui memiliki kenangan yang baik. Hal ini juga diperlukan bahwa pembacaan tersebut disampaikan oleh sejumlah besar perawi pada setiap tingkat rantai narasi di bawah tingkat sahabat (kondisi Tawaatur). Riwayat yang otentik rantai tetapi tidak memiliki kondisi Tawaatur diterima sebagai penjelasan (Tafsir) dari sahabat tetapi tidak dianggap sebagai metode yang membacakan Al Qur'an. Adapun riwayat yang bahkan tidak memiliki rantai otentik narasi, mereka diklasifikasikan sebagai kebathilan (palsu) dan menolak sepenuhnya.
Kondisi kedua adalah bahwa variasi dalam bacaan pertandingan konstruksi tata bahasa Arab dikenal. Konstruksi yang tidak biasa dapat diverifikasi oleh keberadaan mereka di bagian-bagian dari pra-Islam prosa atau puisi.

Kondisi ketiga diperlukan pembacaan bertepatan dengan script dari salah satu salinan Qur'an didistribusikan selama era Khalifah cUthmân. Oleh karena perbedaan yang dihasilkan dari titik penempatan (yaitu, ta'lamoon dan ya'lamoon) dianggap diterima asalkan kondisi lain terpenuhi. Sebuah pembacaan sebuah konstruksi yang tidak ada bukti dapat ditemukan akan diklasifikasikan Shaadhdh. Klasifikasi ini tidak berarti bahwa semua aspek dari bacaan itu dianggap Shaadhdh. hanya berarti bahwa konstruksi diverifikasi dianggap Shaadhdh.